Tugas ke 2
Jelaskan Perbandingan Cyber Law,
Computer crime (Malaysia) Council of Europe Convention on Cyber crime !
CYBERLAW
NEGARA INDONESIA
Inisiatif untuk
membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama
waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis
yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada
kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi
elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional
merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan
mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic
procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam
perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam
rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain
adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU
ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik,
dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri
umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang
menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan
seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah
situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari
aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang
bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia
mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia.
CYBER
LAW NEGARA MALAYSIA
Digital Signature Act
1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan
Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk
menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam
hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine
Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan
medis/konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi
elektronik seperti konferensi video.
Council
of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu
contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk
meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan
pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah
menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty
Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah
diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang
dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi
mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional.
Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain
sebagai berikut:
Bahwa masyarakat
internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam
memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan
yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
Konvensi saat ini
diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer
untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya
kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional
dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat
dipercaya dan cepat.
Saat ini sudah
semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara
pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan
Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan
Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan
kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk
mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah
disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk
diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma
dan instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
2.
Jelaskan ruang lingkup UU no.19
tentang hak cipta & prosedur pendaftaran HAKI !
Hak eklusif bagi pencipta atas
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah
pengertian HAK CIPTA menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002. Pada perlindungan hak
cipta ini beberapa hal yang diberikan Hak Cipta
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang
sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
Langkah-langkah dalam pendaftaran hak cipta sebagai
berikut:
• Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap empat
• Surat permohonan pendaftaran
• Bukti prioritas asli
• Bukti biaya permohonan paten
• Pemohon juga wajib melampirkan surat kuasa, apabila
permohonan pendaftaran paten diajukan melalui konsultan selaku kuasa. Surat
peralihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang
bukan penemu. Deskripsi, klaim, abstrak serta gambar masing-masing ragkap 3.
• Terdapat syarat dalam penulisan deskripsi, klaim dan
abstrak seperti diketik dikertas HVS, setiap lembar deskripsi, klaim, dan
gambar diberi nomor urut angka arab dan lain-lainnya.
• Permohonan pemeriksaan substantive diajukan dengan
cara mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan bukti pembayaran
biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000-, .
3. Jelaskan tentang UU no 36 tentang telekomunikasi &
keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur penggunaan TI!
Di dalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan
bab yang mengatur hal-hal berikut ini :
“Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan,
penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan
pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup”.
Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3
Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu
telah di setujui oleh DPR RI.
UU ini dibuat karena ada beberapa
alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Dengan
munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam
dunia telekomunikasi antara lain :
A. Telekomunikasi
merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
B. Perkembangan
teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup
telekomunikasi itu saja, melainkan sudah berkembang
pada TI.
C. Perkembangan
teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan
kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah
ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36
Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka
berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan
yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut,
artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi
penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika mencoba
mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem
komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual,
maka hal tersebut diatur dalam UU No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang
Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu sebagai pengguna teknologi informasi dan
komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi
ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
Menurut
saya kelebihan dari UU ini ialah banyak sekali masyarakat yang sudah
mendapatkan keamanan dalam bidang IT ini mungkin lebih tepatnya internet
seperti pembullyan pada sosial media jadi sekarang masyarakat tidak perlu lagi
takut akan hal itu karena sudah dilindungi oleh pemerintahan dan tersangka
pembullyan bisa dikenakan pidana.
Pada
kekurangannya disini kadang UU ini belum di sebar luaskan jadi banyak orang
yang masih belum mengetahuinya seperti Prita mulyasari mengeluh tentang pelayan
RS Omni International yang pada akhirnya masyarakat membuat galang dana “koin
untuk Prita” pada akhirnya setelah kasus ini banyak yang tahu akan adanya UU
ITE ini tapi sangat disayangkan sekali diketaui terlebih dahuu setelah adanya
kasus seperti ini.
4.
Jelaskan pokok-pokok pikiran & implikasi
pemberlakuan UU ITE tentang inofrmasi & transaksi elektronik (ITE)
peraturan lain yang terkait ( Peraturan Bank Indonesia tentang internet
banking)
Pokok Pikiran RUU ITE
Kemajuan spektakuler di bidang
teknologi komputer berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi
yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi
informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang
perlu dpelajari agar bisa menjawab tantangan baru yang selalu mucul dalam kurun
waktu yang sangat cepat.
Hukum lahir menyertai perkembangan
masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian
halnya dengan hukum perdangangan internasional yang berbasis teknologi
informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang baru yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11
tahun 2008.
Pokok
pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal
– pasal di bawah ini :
- Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
- Pasal 9 Bentuk Tertulis
- Pasal 10 Tanda tangan
- Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
- Pasal 12 Catatan Elektronik
- Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik
TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam Pasal-pasal
berikut ini :
- Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
- Pasal 16 Syarat Transaksi
- Pasal 17 Kesalahan Transkasi
- Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
- Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
- Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
- Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Dari Pasal – pasal diatas, semua
adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian
informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian
hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti
yang sah di pengadilan.
Penyusunan
materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua
institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen
Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB
yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi
Elektronik.
Kedua
naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh
Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya
menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan
oleh DPR.
Peraturan Bank
Indonesia
Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4292).
Internet
Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah
mendapatkan informasi melakukan komunikasi dan transaksi
Internet
Banking dapat berupa Informational Internet Banking, Communicative
Internet Banking dan Transactional Internet Banking. Informational
Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam
bentuk informasi melalui jaringan
internet
dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Communicative
Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam
bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan
internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi
(execution of transaction). Transactional Internet Banking adalah
pelayanan jasa Bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan Bank
penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution
of transaction).
Sumber
m.baranews.co/web/read/20541/25.kasus.status.di.media.sosial.yang.berujung.ke.ranah.hukum#.WO5l22clHIU