Rabu, 02 April 2014

Ilmu Budaya Dasar - Menumbuhkan budaya lokal dalam perguruan tinggi

Menumbuhkan Budaya Lokal Dalam Perguruan Tinggi
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
            Kebudayaan merupakan keseluruhan bentuk kesenian, yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa, tari, dan berbagai bentuk karya cipta yang mengutamakan keindahan (estetika) sebagai kebutuhan hidup manusia. Indonesia adalah negara yang mempunyai keanekaragaman budaya yang sangat tinggi. Setiap daerah yang ada di Indonesia mempunyai kebudayaan yang berbeda sekaligus khas serta unik, dan perbedaan itulah yang mestinya kita kelola dan menjadikan kita memiliki jati diri sebagai bangsa.
  Tidak dapat dipungkiri bahwa derasnya arus globalisasi, pesatnya perkembangan teknologi informasi  yang berimplikasi pada hilangnya sekat-sekat geografis, homogenasi dalam berbagai karya budaya, serta munculnya efek difusi budaya menjadi faktor  determinan eksistensi budaya nusantara. Dan tidak heran bila semua itu menyebabkan adanya kecenderungan  untuk meninggalkan atau mengabaikannya produk-produk kebudayaan lokal (seni, bahasa, pola-pola perilaku, maupun benda budaya lainnya) oleh masyarakat, lantaran dianggap ketinggalan zaman, tidak up to date, kuno, dan semacamnya. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan bukan berarti kita anti budaya asing atau budaya baru hasil adopsi dll,  masalah utama adalah penafian budaya nusantara (lokal) sebagai warisan luhur dari nenek moyang oleh generasi masa kini  akan menyebabkan  krisis identitas. Oleh karena itu, sudah sepantasnya generasi muda terpanggil dan harus memikul tangung jawab untuk menjaga, merawat, mengemas, dan mempublikasikan kekayaan warisan budaya nusantra kepada generasi muda dan dunia untuk mengukuhkan identitas kita sebagai bangsa yang bermartabat. Sebab, hanya dengan memahami dan menjaga kekayaan warisan budaya dan sejarah, bangsa ini akan dihargai dan dipandang secara terhormat oleh bangsa lain.
Rumusan Masalah
            Dari Gambaran Umum , Latar Belakang diatas dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a.      Apakah Peran Mahasiswa dalam meningkatkan Budaya lokal ?
b.      Bagaimana Peran Pemerintah dalam hal ini ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.     Untuk meningkatkan penulis berargumentasi dengan kemampuan menulis
2.     Diharapkan dapat  memberikan jawaba atas rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas
3.     Sebagai motivasi agar Mahasiswa dan Mahasiswi di seluruh Indonesia mencintai dan menjaga budaya – budaya yang ada di Indonesia
4.     Memberi kesadaran, bahwa Budaya dalam negeri itu sangatlah penting


Bab II
Pembahasan
A.   
            Pada era modernisasi sekarang ini terlihat sekali bahwa kebudayaan dan kesenian Indonesia keberadaan dan eksistensinya mulai terancam. Padahal kebudayaan dan kesenian asli Indonesia merupakan salah satu yang paling bisa dibanggakan oleh dunia dan dikagumi hampir seluruh masyarakat dunia. Hal ini disebabkan kecenderungan generasi muda di Indonesia saat lebih ‘menggandrungi’ segala sesuatu yang beraromakan kebudayaan dan kesenian barat. Fenomena ‘westernisasi’ seakan dengan sempurna mengubah gaya hidup dan pola pikir mayoritas generasi muda di Indonesia sekarang ini. ‘Westernisasi’ secara instan langsung mengubah paradigma mayoritas anak muda di Indonesia yang menganggap bahwa segala macam bentuk kebudayaan dan kesenian barat itu lebih menarik dan ‘uptodate’ dibandingkan dengan kebudayaan dan kesenian asli Indonesia. Paradigma seperti inilah yang akhirnya memberikan efek buruk terhadap mental berbudaya dan berkesenian asli Indonesia dalam diri generasi muda Indonesia. Kecintaan generasi muda kepada kebudayaan dan kesenian Indonesia mulai luntur, tingkat kepedulian mereka terhadap kelestarian kebudayaan dan kesenian Indonesia pun lama-kelamaan pun kian terkikis. Hal ini dibuktikan dengan makin sedikitnya antusiasme generasi muda untuk menyaksikan pagelaran kebudayaan dan kesenian Indonesia maupun dalam mempelajari dan mendalaminya. Apabila tidak ada usaha untuk memperbaiki kondisi seperti ini, bukan tidak mungkin kebudayaan dan kesenian Indonesia akan ‘habis’ seiring berjalannya waktu dan makin berkembangnya virus ‘westerniasi’ di Indonesia.
            Departemen Budaya dan Seni, UKM Pesos Undip,  berdiri dan mendukung penuh segala macam bentuk upaya untuk ‘melahirkan’ kembali kecintaan dan kepedulian generasi muda Indonesia terhadap kebudayaan dan kesenian Indonesia serta menumbuhkan mental ‘berjuang’ dalam diri generasi muda Indonesia sebagai usaha dalam melestarikan kebudayaan dan kesenian tanah airnya sendiri. Sehingga mulai hari esok dan seterusnya kebudayaan dan kesenian Indonesia akan tetap hidup, tetap terjaga kelestariannya dan selalu ada di dalam diri bangsa dan hati masyarakat Indonesia.
B.     
            Pelestarian bangunan kuno bersejarah pun lebih diartikan sebagai pengawetan (preservasi), tanpa diikuti dengan upaya pemanfaatannya dengan memberi fungsi baru yang tanggap terhadap dinamika perubahan (konservasi). Kurang gairah untuk menciptakan karya baru yang menjadi tengeran semangat jaman, spirit of the Age atau zeitgeist. Obsesi terhadap teknologi kian menguat, sedangkan upaya pencarian makna budaya kian meluntur. Meminjam kata-kata John Naisbitt et al, dalam bukunya “High Tech, High Touch: Technology and Our Search for Meaning.” (1999) : “The Band-Aid culture of the quick fix is ultimately an empty one.” Budaya potong kompas, siap saji, serba instan, mental menerabas (Kuntjaraningrat) berpotensi kian melunturkan jatidiri. Upaya mentransformasi kearifan budaya lokal untuk menghadapi tantangan global menjadi conditio sine qua non agar kita tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa multikultur yang beradab.


Diskusi Panel sebagai rangkaian kegiatan Dies Natalis Universitas Diponegoro ke 55. yang mengangkat tema “Transformasi Kearifan Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Global”,  diprakarsai Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KK-AIPI) bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang ini akan dilaksanakan di : Pada hari  Sabtu, 13 Oktober 2012, di Ruang Sidang Senat Universitas Diponegoro, Kampus Pleburan, Jalan Imam Barjo SH no. 7, Semarang. 
Diskusi, bermaksud mengungkap permasalahan dan mencari upaya terobosan mentransformasi kearifan budaya lokal yang tesebar di seluruh pelosok Nusantara, agar dari hasil transformasi kearifan budaya lokal yang dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad ke-21 ini”, antar Eko Budihardjo, pemerhati pendidikan dan pakar arsitektur diawal acara.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal AIP, Budhi M. Suyitno mencontohkan kebudayaan Korea Selatan yang dikenal dengan nama K-Pop mulai merambah negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. "Kalau saya melihat, tarian ’Gangnam Style’ yang termasuk K-Pop itu hampir seperti Jathilan (kuda lumping). Kita juga punya tarian kuda lumping. Bahkan, lebih bagus dibandingkan mereka (K-Pop)," katanya.

Karena itu, ia mengatakan Indonesia punya banyak sekali potensi kearifan lokal yang semestinya dikelola dengan baik, dilestarikan, dan dikenalkan secara lebih luas kepada dunia internasional.
Melalui forum AIPI itu, kata dia, diharapkan banyak pemikiran yang dihasilkan dari para pakar berkaitan dengan kearifan lokal, yang selanjutnya akan menjadi rekomendasi dan masukan kepada Presiden.

"AIPI ini adalah lembaga yang berada di bawah Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 8/1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil kajian ini akan kami rekomendasikan pada Presiden," kata Budhi
  Hadir  Toeti Heraty Noerhadi, Ketua Komisi Kebudayaan AIPI membawakan  makalah kunci, dilanjutkan  para panelis sesuai dengan disiplin ilmu yang digulati masing-masing: Kusmayanto Kadiman, Bidang Teknologi;  Edy Suandi Hamid,  Bidang Ekonomi; Ichlasul Amal- Bidang Sosial Politik; Sudharto P.Hadi (Rektor Undip),- Bidang Lingkungan; Edi Sedyawati- Bidang Kebudayaan;  Franz Magnis Suseno (Budayawan- Bidang Filsafat; La Ode Kamaludin (Rektor Unnisula)-Bidang Religi

Diskusi Panel  dengan moderator Satryo Soemantri Brodjonegoro dan Umar Anggara Jenie, memandu jalannya diskusi yang dihadiri oleh  anggota Komisi Kebudayaan AIPI, anggota Komisi lain yang berminat; Wakil Kementerian/Lembaga terkait, Para anggota Forum Rektor Indonesia, Rektor, Pembantu Rektor, Dekan serta Dosen UNDIP dan Perguruan Tinggi lainnya sekitar Semarang Jawa Tengah, LSM terkait,  Pegiat dan Pemerhati Kebudayaan.
 

Luaran yang ditargetkan adalah merumuskan Masukan, Rekomendasi dan Pandangan AIPI atas hasil transformasi kearifan budaya lokal yang dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad ke-21 ini”, ujar Eko Budihardjo, anggota Komisi Kebudayaan selaku ketua pelaksana  di sessi rangkuman dan  penutupan. (asw/aipi/humasristek)























Penutup
Indonesia memiliki kereagaman budayanya dari sabang sampai merauke tapi kaum muda sekarang mereka hanya tau beberapa saja , itu juga yang sering dilihat karena kebudayaannya sering ditampilkan di layar televisi atau memang sudah ciri khas , tetapi bagaimana dengan yang lainnya ? budaya – budaya yang terlupakan ? seperti lagu dari kalimantan barat indung – indung ? atau bagaimana dengan pakaian adat yang berasal dari lampung tapis ? seharusnya sebagai mahasiswa dan mahasiswi melestarikan budaya – budaya yang hampir tidak terdengar sekali di kalangan muda – mudi yang dikarenakan budaya asing yang masuk ke Indonesia , untuk itu kita memerlukan adanya pelajaran muatan lokal ( MULOK ) yang mengajarkan kita tentang budaya – budaya yang kita tidak pernah mendengarnya . Setelah pengenalan pasti akan tumbuh rasa kecintaan terhadap budaya sendiri karena ada peribahasa bahwa Tak kenal maka Tak sayang .


Sumber Referensi







Tidak ada komentar:

Posting Komentar