Menumbuhkan Budaya Lokal Dalam Perguruan Tinggi
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Kebudayaan
merupakan keseluruhan bentuk kesenian, yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa,
tari, dan berbagai bentuk karya cipta yang mengutamakan keindahan (estetika)
sebagai kebutuhan hidup manusia. Indonesia adalah negara yang mempunyai
keanekaragaman budaya yang sangat tinggi. Setiap daerah yang ada di Indonesia
mempunyai kebudayaan yang berbeda sekaligus khas serta unik, dan perbedaan
itulah yang mestinya kita kelola dan menjadikan kita memiliki jati diri sebagai
bangsa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa derasnya arus
globalisasi,
pesatnya perkembangan teknologi
informasi yang berimplikasi pada hilangnya sekat-sekat
geografis, homogenasi dalam berbagai karya budaya, serta munculnya efek difusi
budaya menjadi faktor determinan eksistensi budaya nusantara. Dan tidak
heran bila semua itu menyebabkan adanya kecenderungan untuk meninggalkan
atau mengabaikannya produk-produk kebudayaan lokal (seni, bahasa, pola-pola
perilaku, maupun benda budaya lainnya) oleh masyarakat, lantaran dianggap
ketinggalan zaman, tidak up to date, kuno, dan semacamnya. Kondisi ini tentu
tidak boleh dibiarkan bukan berarti kita anti budaya asing atau budaya baru
hasil adopsi dll, masalah utama adalah penafian budaya nusantara (lokal)
sebagai warisan luhur dari nenek moyang oleh generasi masa kini akan
menyebabkan krisis identitas. Oleh karena itu, sudah sepantasnya generasi
muda terpanggil dan harus memikul tangung jawab untuk menjaga, merawat,
mengemas, dan mempublikasikan kekayaan warisan budaya nusantra kepada generasi
muda dan dunia untuk mengukuhkan identitas kita sebagai bangsa yang
bermartabat. Sebab, hanya dengan memahami dan menjaga kekayaan warisan budaya
dan sejarah, bangsa ini akan dihargai dan dipandang secara terhormat oleh
bangsa lain.
Rumusan
Masalah
Dari
Gambaran Umum , Latar Belakang diatas dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
a.
Apakah
Peran Mahasiswa dalam meningkatkan Budaya lokal ?
b.
Bagaimana
Peran Pemerintah dalam hal ini ?
Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk
meningkatkan penulis berargumentasi dengan kemampuan menulis
2.
Diharapkan
dapat memberikan jawaba atas rumusan
masalah yang telah dipaparkan di atas
3.
Sebagai
motivasi agar Mahasiswa dan Mahasiswi di seluruh Indonesia mencintai dan
menjaga budaya – budaya yang ada di Indonesia
4.
Memberi
kesadaran, bahwa Budaya dalam negeri itu sangatlah penting
Bab II
Pembahasan
A.
Pada era modernisasi sekarang ini terlihat sekali
bahwa kebudayaan dan kesenian Indonesia
keberadaan dan eksistensinya mulai terancam. Padahal kebudayaan dan kesenian
asli Indonesia merupakan salah satu yang paling bisa dibanggakan oleh dunia dan
dikagumi hampir seluruh masyarakat dunia. Hal ini disebabkan kecenderungan generasi
muda di Indonesia saat lebih ‘menggandrungi’ segala sesuatu yang beraromakan
kebudayaan dan kesenian barat. Fenomena ‘westernisasi’ seakan dengan sempurna
mengubah gaya hidup dan pola pikir mayoritas generasi muda di Indonesia
sekarang ini. ‘Westernisasi’ secara instan langsung mengubah paradigma
mayoritas anak muda di Indonesia yang menganggap bahwa segala macam bentuk
kebudayaan dan kesenian barat itu lebih menarik dan ‘uptodate’ dibandingkan
dengan kebudayaan dan kesenian asli Indonesia. Paradigma seperti inilah yang
akhirnya memberikan efek buruk terhadap mental berbudaya dan berkesenian asli
Indonesia dalam diri generasi muda Indonesia. Kecintaan generasi muda kepada
kebudayaan dan kesenian Indonesia mulai luntur, tingkat kepedulian mereka terhadap
kelestarian kebudayaan dan kesenian Indonesia pun lama-kelamaan pun kian
terkikis. Hal ini dibuktikan dengan makin sedikitnya antusiasme generasi muda
untuk menyaksikan pagelaran kebudayaan dan kesenian Indonesia maupun dalam
mempelajari dan mendalaminya. Apabila tidak ada usaha untuk memperbaiki kondisi
seperti ini, bukan tidak mungkin kebudayaan dan kesenian Indonesia akan ‘habis’
seiring berjalannya waktu dan makin berkembangnya virus ‘westerniasi’ di Indonesia.
Departemen
Budaya dan Seni, UKM Pesos
Undip, berdiri dan mendukung penuh segala macam bentuk upaya untuk
‘melahirkan’ kembali kecintaan dan kepedulian generasi muda Indonesia terhadap
kebudayaan dan kesenian Indonesia serta menumbuhkan mental ‘berjuang’ dalam
diri generasi muda Indonesia sebagai usaha dalam melestarikan kebudayaan dan
kesenian tanah airnya sendiri. Sehingga mulai hari esok dan seterusnya
kebudayaan dan kesenian Indonesia akan tetap hidup, tetap terjaga
kelestariannya dan selalu ada di dalam diri bangsa dan hati masyarakat Indonesia.
B.
Pelestarian
bangunan kuno bersejarah pun lebih diartikan sebagai pengawetan (preservasi),
tanpa diikuti dengan upaya pemanfaatannya dengan memberi fungsi baru yang
tanggap terhadap dinamika perubahan (konservasi). Kurang gairah untuk
menciptakan karya baru yang menjadi tengeran semangat jaman, spirit of the Age
atau zeitgeist. Obsesi terhadap teknologi kian menguat, sedangkan upaya
pencarian makna budaya kian meluntur. Meminjam kata-kata John Naisbitt et al,
dalam bukunya “High Tech,
High Touch: Technology and Our Search for Meaning.” (1999) : “The Band-Aid
culture of the quick fix is ultimately an empty one.” Budaya potong kompas,
siap saji, serba instan, mental menerabas (Kuntjaraningrat) berpotensi kian
melunturkan jatidiri. Upaya mentransformasi kearifan budaya lokal untuk
menghadapi tantangan global menjadi conditio sine qua non agar kita tidak
kehilangan jati diri sebagai bangsa multikultur yang beradab.
Diskusi Panel sebagai rangkaian kegiatan Dies Natalis Universitas Diponegoro ke 55. yang mengangkat tema “Transformasi Kearifan Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Global”, diprakarsai Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KK-AIPI) bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang ini akan dilaksanakan di : Pada hari Sabtu, 13 Oktober 2012, di Ruang Sidang Senat Universitas Diponegoro, Kampus Pleburan, Jalan Imam Barjo SH no. 7, Semarang.
Diskusi, bermaksud mengungkap permasalahan dan mencari
upaya terobosan mentransformasi kearifan budaya lokal yang tesebar di seluruh
pelosok Nusantara, agar dari hasil transformasi kearifan budaya lokal yang
dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan
diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad
ke-21 ini”, antar Eko Budihardjo, pemerhati pendidikan dan pakar arsitektur
diawal acara.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal AIP, Budhi M. Suyitno mencontohkan kebudayaan Korea Selatan yang dikenal dengan nama K-Pop mulai merambah negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. "Kalau saya melihat, tarian ’Gangnam Style’ yang termasuk K-Pop itu hampir seperti Jathilan (kuda lumping). Kita juga punya tarian kuda lumping. Bahkan, lebih bagus dibandingkan mereka (K-Pop)," katanya.
Karena itu, ia mengatakan Indonesia punya banyak sekali potensi kearifan lokal yang semestinya dikelola dengan baik, dilestarikan, dan dikenalkan secara lebih luas kepada dunia internasional.
Melalui forum AIPI itu, kata dia, diharapkan banyak pemikiran yang dihasilkan dari para pakar berkaitan dengan kearifan lokal, yang selanjutnya akan menjadi rekomendasi dan masukan kepada Presiden.
"AIPI ini adalah lembaga yang berada di bawah Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 8/1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil kajian ini akan kami rekomendasikan pada Presiden," kata Budhi
Hadir
Toeti Heraty Noerhadi, Ketua Komisi Kebudayaan AIPI membawakan makalah
kunci, dilanjutkan para panelis sesuai dengan disiplin ilmu yang digulati
masing-masing: Kusmayanto Kadiman, Bidang Teknologi; Edy Suandi
Hamid, Bidang Ekonomi; Ichlasul Amal- Bidang Sosial Politik; Sudharto
P.Hadi (Rektor Undip),- Bidang Lingkungan; Edi Sedyawati- Bidang
Kebudayaan; Franz Magnis Suseno (Budayawan- Bidang Filsafat; La Ode
Kamaludin (Rektor Unnisula)-Bidang Religi
Diskusi Panel dengan moderator Satryo Soemantri Brodjonegoro dan Umar Anggara Jenie, memandu jalannya diskusi yang dihadiri oleh anggota Komisi Kebudayaan AIPI, anggota Komisi lain yang berminat; Wakil Kementerian/Lembaga terkait, Para anggota Forum Rektor Indonesia, Rektor, Pembantu Rektor, Dekan serta Dosen UNDIP dan Perguruan Tinggi lainnya sekitar Semarang Jawa Tengah, LSM terkait, Pegiat dan Pemerhati Kebudayaan.
Luaran yang ditargetkan adalah merumuskan Masukan,
Rekomendasi dan Pandangan AIPI atas hasil transformasi kearifan budaya lokal
yang dikaji secara multi disiplin dan transdisiplin itu dapat dikembangkan dan
diterapkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era global abad
ke-21 ini”, ujar Eko Budihardjo, anggota Komisi Kebudayaan selaku ketua
pelaksana di sessi rangkuman dan penutupan. (asw/aipi/humasristek)
Penutup
Indonesia memiliki kereagaman budayanya dari
sabang sampai merauke tapi kaum muda sekarang mereka hanya tau beberapa saja ,
itu juga yang sering dilihat karena kebudayaannya sering ditampilkan di layar
televisi atau memang sudah ciri khas , tetapi bagaimana dengan yang lainnya ?
budaya – budaya yang terlupakan ? seperti lagu dari kalimantan barat indung –
indung ? atau bagaimana dengan pakaian adat yang berasal dari lampung tapis ? seharusnya
sebagai mahasiswa dan mahasiswi melestarikan budaya – budaya yang hampir tidak
terdengar sekali di kalangan muda – mudi yang dikarenakan budaya asing yang
masuk ke Indonesia , untuk itu kita memerlukan adanya pelajaran muatan lokal (
MULOK ) yang mengajarkan kita tentang budaya – budaya yang kita tidak pernah
mendengarnya . Setelah pengenalan pasti akan tumbuh rasa kecintaan terhadap
budaya sendiri karena ada peribahasa bahwa Tak
kenal maka Tak sayang .
Sumber Referensi
http://viyura.wordpress.com/2014/02/17/menumbuhkan-cinta-budaya-indonesia-bagi-kaum-muda-melalui-mata-pelajaran-muatan-lokal-kesenian/
Diunduh pada tanggal 3 April 2014
http://www.ukdw.ac.id/id/post/view/218-ukdw-gelar-budaya-nusantara-2013
Diunduh pada tanggal 3 April 2014
http://pedulisosial.undip.ac.id/departemen-seni-dan-budaya
Diunduh pada tanggal 3 April 2014
http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12141
Diunduh pada tanggal 3 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar